Selasa, 15 Februari 2022

Pengendalian Hayati Hama Insekta

 

PENGENDALIAN HAYATI HAMA INSEKTA

 

A.    PENGERTIAN PENGENDALIAN HAYATI

Smith (1919) adalah orang pertama yang menggunakan terminologi pengendalian hayati pada usaha menggunakan musuh alami untuk mengendalikan hama. De Bach (1964) mendefinisikan pengendalian hayati sebagai aksi dari parasit, predator atau patogen di dalam usaha untuk memelihara kepadatan populasi organisme lain pada tingkat terendah bila dibandingkan mereka tidak ada. Eilenberg dkk (2001) mengemukakan terminologi dari pengendalian hayati dalam artikelnya di jurnal Biocontrol. Mereka mendefinisikan pengendalian hayati sebagai penggunaan organisme hidup untuk menekan kepadatan populasi atau memberi pengaruh terhadap hama spesifik, yaitu membuat kepadatan populasi dan kerusakan yang ditimbulkan menurun dibandingkan dengan absennya musuh alami.

Dari beberapa pengertian pengendalian hayati di  atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian hayati merupakan pengendalian hama atau penyakit tanaman dengan menggunakan musuh alami yang merupakan predator, parasit atau patogen dari hama atau penyakit tanaman tersebut.

B.     ASPEK KERJA AGEN PENGENDALIAN HAYATI

Hama yang merupakan pengganggu tanaman adalah sebagai sasaran agen pengendalian hayati. Adapun kategori hama sasaran agen pengendalian hayati ada tiga, yaitu :

-  Hama arthropoda ( insekta dan arachnida)

-  Gulma (tanaman pengganggu)

- Penyakit (bakteri, virus dan cendawan) dan nematoda parasit tanaman.

Adapun hama yang dibahas pada makalah ini adalah hama insekta yang merupakan salah satu kelas dari filum arthropoda.

Dari definisi pengendalian hayati di atas dapat dijelaskan mengenai agen pengendalian hayati yaitu bahwa agen pengendalian hayati hama tanaman memiliki tiga aspek kerja, yaitu sebagai predator, parasit dan patogen.

1.      Predator

Predator merupakan pemangsa atau perusak langsung. Biasanya predator memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan mangsanya, yaitu hama serangga, dan sifat predator secara aktif mencari mangsanya, kemudian memakan atau menghisap cairan tubuh mangsa sampai mati, hal ini dikarenakan predator bersifat spesifik terhadap hama.

Misalnya : - kumbang coccinella : predator aphis (kutu daun)

-    chilocorus : predator kutu perisai (Aspidiotus destructor) pada kelapa

-    burung mynah (Indian mynah bird) : predator belalang merah (Nomadacris septem fasciata)

-    kumbang coccinella Rodolia cardinalis : pradator kutu putih Icerya purchasi pada tanaman jeruk.

2.      Parasit

Parasit merupakan pengendali yang berkembang pada jasad hama selama hidupnya, di mana selama atau sebagian waktu dari siklus hidupnya berada di dalam atau menempel pada inang dan umumnya merusak inang selama perkembangannya. Parasit selalu berukuran lebih kecil dari pada inangnya.

Misalnya : - tabuhan chalcid : parasit aphis di australia

- tabuhan aphytes : parasit kutu pada tanaman jeruk.

3.      Patogen

Patogen yaitu pengendali yang menimbulkan penyakit pada jasad hama serangga pada kondisi lingkungan yang cocok beberapa jenis penyakit akan menjadi wabah epidemik. Penyakit tersebut secara drastis mampu menekan populasi hama hanya dalam beberapa hari.

Misalnya : - Bacillus thuringiensis (Bt) : patogen ulat serangga

-    Cendawan Entomorpha : patogen aphis alfafa

-    Cendawan Metarhizium : patogen larva Orycetes rhinocerus

-    Cendawan Beauveria : patogen ulat serangga

-    Baculovirus : patogen Orycetes rhinoceros

-    NPV : patogen Heliothis zeae pada pucuk jagung

Pembahasan mengenai agen yang bersifat patogen terhadap hama insekta akan dibahas lebih mendalam di depan.

C.    METODE PENGELOLAAN AGEN PENGENDALIAN HAYATI

Terdapat tiga metode pengelolaan agen pengendalian hayati hama insekta, yaitu metode introduksi, konservasi dan augumentasi.

1.      Introduksi

Metode introduksi dilakukan jika tidak ada musuh alami lokal yang efektif membasmi hama, maka dilakukan introduksi atau importasi musuh alami dari daerah lain.

Sebelum pengintroduksian musuh alami dari daerah lain perlu dilakukan analisis bahwa musuh alami yang akan diintroduksi merupakan musuh alami dari hama di daerah importan yang mirip dengan hama yang akan dilakukan introduksi.

2.      Konservasi

Konservasi  merupakan upaya pelestarian keberadaan musuh alami di suatu wilayah dengan antara lain melalui pengelolaan habitat yang bisa dilakukan dengan cara meminimalisasi dampak negatif penggunaan pestisida yang dapat membasi musuh alami itu sendiri, atau juga merupakan upaya peningkatan populasi musuh alami yang telah ada pada arel pertanaman.

3.      Augumentasi

Jika musuh alami yang ada pada areal pertanaman tidak mampu mengendalikan hama, meskipun konservasi telah dilakukan, maka metode kedua yang digunakan adalah melakukan pembiakan massal musuh alami di laboratorium, kemudian melepaskannya kembali ke areal pertanaman tersebut.

Augumentasi dapat dibedakan menjadi dua metode, yaitu metode inokulasi dan metode inundasi.

a.      Inokulasi, inokulasi dilakukan jika musuh alami di areal pertanaman tidak bertahan lama dari satu masa tanam ke masa tanam lain. Penginokulasian biasanya dilakukan pada awal musim tanam, sehingga populasinya akan mapan dan berkambang.

b.      Inundasi, inundasi dilakukan ketika populasi hama membutuhkan penanganan yang cepat sehingga pembanjiran musuh alami dalam jumlah besar di areal pertanaman sangat diperlukan.

 

D.    ENTOMOPATOGEN

Pembahasan makalah ini dispesifikkan membahas bioteknologi pengendalian hayati hama serangga, yaitu membahas agen pengendalian hayati yang bersifat patogen pada serangga. Adapun agen pengendalian hayati yang bersifat patigen adalah bakteri, cendawan, virus, protozoa dan nematoda.

1.      Patogenesis Entomopatogen

Untuk menyelesaikan secara lengkap siklus hidupnya, maka pada umumnya patogen harus kontak dengan inangnya, masuk ke tubuh inang, reproduksi di dalam satu atau lebih jaringan inang dan mempunyai propagul untuk kontak dan menginfeksi inang baru. Terdapat serial proses di dalam biologi patogen yang meliputi kontak  dengan inang, penetrasi inang, reproduksi, keluarnya propadul patogen dari  inang, dan penyebaran dan persistensi propagul patogen di lingkungan.

a.      Kontak  inang

Terdapat dua cara patogen serangga memasuki tubuh serangga yaitu :

-          Ketika inang menelan individual patogen selama proses makan.

-          Ketika patogen masuk melalui bukaan-bukaan alami atau penetrasi langsung ke kutikula serangga.

b.      Penetrasi inang

Ketika propagul telah kontak dengan inang, tubuh inang harus dipenetrasi untuk mencapai jaringan yang peka. Patogen mempenetrasi masuk ke saluran pencernaan setelah tertelan atau juga masuk secara langsung melalui luka atau juga secara mekanik mempenetrasi langsung kutikula.

c.       Reproduksi dalam jaringan inang

Setelah patogen melakukan penetrasi terhadap inang, proses selanjutnya adalah reproduksi pada salah satu atau beberapa jaringan, seperti pada jaringan epitel saluran pencernaan.

d.      Keluarnya propagul patogen dari inang atau cadaver

Proses setelah reproduksi adalah progeni. Pada kebanyakan patogen propagul dilepas secara bebas kembali ke lingkungan dan kemudian akan kontak dengan inang baru. Pengeluaran propugul bisa dengan bantuan air hujan yang mengakibatkan tubuh inang rusak, angin, fases, dan lain-lain.

e.       Penyebaran dan persistensi propagul patogen di lingkungan

Setelah keluarnya propagul dari tubuh inang, proses selanjutnya adalah penyebaran dan persistensi di lingkungan.

Penyebaran propagul dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara :

 1. Horizontal transmission, yaitu Perpindahan penyakit dari serangga yang sakit ke serangga yang sehat.

2. Vertical transmission, yaitu Perpindahan penyakit terjadi dari serangga ke progeninya atau offspringnnya.

Persistensi propagul pada patogen cendawan, bakteri dan protozoa di lingkungan dilakukan dengan cara dormanisasi jika lingkungan tidak mendukung, tetapi ada mikroorganisme patogen tertentu yang sangat rentan terhadap  faktor lingkungan, seperti sinar matahari langsung dan UV, dan beberapa juga sangat rentan terhadap kondisi kering atau desikasi, temperatur tinggi, freezing dan beberapa kemikal lainnya, sehingga menyebabkan kematian.

2.      Agen Entomopatogen

a.      Bakteri

-          Spore-forming bacteria

Spore-forming bacteria merupakan bakteri yang membentuk spora yang resisten terhadap lingkungan ekstrim. Spore-forming bacteria  terdiri dari tiga genus, yaitu Bacillus, Paenibacillus aerobik dan Clostridium anaerobik.

Bacillus thuringiensis (Bt) efektif membasmi larva serangga, seperti Bt Varkurstaki yang aktif membunuh larva Lepidoptera, Bt Israelensis (Bti) aktif terhadap Diptera, Bt tenebrio (Btt) yang aktif terhadap larva Coleoptera yang kemudian Btt diubah menjadi Bt morrisoni (Btm) yang juga aktif terhadap hama kumbang.

Larva yang  terinfeksi oleh Bt akan menunjukkan perubahan perilaku dan morfologi. Setelah beberapa jam menelan larva akan berhenti makan, berhenti bergerak, kemudian ditujukan dengan gejala perubahan diare, berubah warna menjadi gelap dan akhirnya mati. Kesemua akibat tersebut disebabkan pengeluaran toksin oleh patogen yang membentuk lubang pada saluran pencernaan larva serangga, sehingga keseimbangan osmotik terganggu dan terjadilah pembengkakan sel, sehingga terjadi peletu dan sel, kemudian penyebaran  patogen ke organ lainnya.

Paenibacillus popilliae adalah bakteri yang menginfeksi uret Coleoptera. Uret ini hidup di dalam tanah yang memakan akar-akar tanaman. Jika bakteri ini ikut termakan, maka bisa menyebabkan infeksi.

-          Non-spore-forming bacteria

Bakteri jenis ini terdiri dari golongan Enterobacteriaceae dan Pseudomonidiaceae. Serratia marcencens adalah spesies bakteri ini yang masuk ke tubuh uret di New Zealand dengan cara tertelan. Melissococcus pluton adalah bakteri penyebab penyakit pada larva lebah madu pada comb.

b.      Cendawan

Cendawan entemopatogen mengkontak inangnya dan melalui kulit yang kemudian mempenetrasi kutikula, kemudian masuk ke organ  yang lebih dalam dan selanjutnya adalah bereproduksi, setelah serangga terpenuhi oleh hifa, serangga akan mati dan cendawan akan terus melangsungkan siklus hidup dalam fase saprofitik.

Contohnya adalah ordo Entomophthoralean dari Zygomycota, seperti :

-                                                          Entomophaga grili yang menginfeksi belalang

-                                                          Entomophthorales muscae  yang menginfeksi lalat

-                                                          Zoophthora radicans yang menginfeksi wereng daun kentang

Dan kelas Ascomycota seperti : Paecilomycetes Beauveria, Metarhizium, Nomurea, dan Verticillium.

c.       Virus

Di antara virus yang menyerang serangga terdapat 3 famili yang berstruktur spesial untuk beradaptasi dan survival di lingkungan, yaitu Baculoviridae, Poxviridae dan Reoviridae, yang memproduksi tubuh oklusi  yang terbentuk dari matrik protein (struktur yang melindungi partikel virus), di mana tubuh oklusi ini resisten terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan.

Famili Baculoviridae terdiri atas nuclear polyhedrosisvirus (NPV), yang menginfeksi Lepidoptera dan granulosis virus (GV), yang menginfeksi cabbage looper Trichoplusia, Cydia pomonella, grape leaf skeletonizer dan  Harissina brillian.

d.      Protozoa

Nosema locustae adalah salah satu spesies protozoa yang dangat ampuh membasmi grasshoppers, crickets, locuts.

e.       Nematoda

Nematoda Entomopatogenik adalah agen pengendali hayati yang melakukan simbiosis mutualisme dengan bakteri dalam melakukan penginfeksian. Nematoda famili Steinernematidae berasosiasi dengan Xenarhabdus dan nematoda Heterorhabditidae berasosiasi dengan bakteri Photorhabdus. Bakteri inilah yang bertanggung jawab membunuh serangga inang dengan cepat, yaitu dengan cara pengeluaran toksin. Setelah nutrien yang terkandung dalam inang habis, juvenil nematoda akan diam di tanah sambil mencari inang baru.

Serangga yang sering terinfeksi nematoda adalah Lepidoptera, coleoptera, Diptera, Orthoptera dan Siphonaptera.


DAFTAR PUSTAKA

 

Djafaruddin. 1996. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta : Bumi Aksara

http://www.google.com/

Kartasapoetro, AG. 1993. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Jakarta : Bumi Aksara

Martoredjo, Toekidjo. 1992. Pengendalian Penyakit Tanaman. Yogyakarta : Andi Offset

Sinaga, Meity Suradji. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit tumbuhan. Jakarta : Penebar Swadaya

Tjahjadi, Nur. 1989. Hama dan Penyakit Tanaman. Yogyakarta : Kanisius


Tidak ada komentar:

Posting Komentar